November, 2017
“ji yeon a,,apakah kau baik-baik saja?, kau dimana sekarang? bagaimana
dengan ha young, sudahkah bertemu dengannya? Apa yang dia katakan? ” suara
khawatir
dong joo dibalik telephone. Aku hanya terdiam mendengarkan bertubi-tubi
pertanyaannya. kata-kataku seakan sudah habis ditelan oleh suara isakanku yang
semakin membesar, nama ha young benar-benar
menghantuiku, Aku menggigil mengingat semua perkataannya.
“kau menangis? Ji yeon a,,jawablah! ” teriak dongjoo lagi.
“tidak,,aku tidak menangis, hanya saja tiba-tiba terserang
flu, udara disini sangat dingin” dengan segera aku menghapus air mataku
seakan-akan dong joo tepat berada dihadapanku.
“kau baik-baik saja?” sekali lagi dongjoo memastikan
keadaanku.
“aku baik-baik saja, jangan khawatir !!” suaraku kembali
normal seperti tidak terjadi apa-apa.
“syukurlah, cepat kembali ke seoul!!, aku tidak sabar ingin
mendengar hasil pemburuanmu”
“bagaimana haejun oppa? Apakah dia baik-baik saja?” tanyaku.
“sepertinya dia sudah tidak sabar ingin keluar dari rumah
sakit” jawab dongjoo.
“baiklah, aku kembali besok. Pulau ini ternyata tidak
semenarik bayanganku” ujarku kembali mengingat peristiwa di hotel dan langsung
menutup percakapan.
Diseberang telepon dongjoo mengerutkan dahi terheran
mendengar kata terakhir jiyeon. “Padahal kemarin dia begitu senang bisa melihat
pulau jeju, apakah telah terjadi sesuatu?” ungkap dongjoo dalam hati.
***
November 2017
Rumha sakit, kamar haejun
“hyeong,,apa yang kau lakukan?” teriak jaewon dari depan
pintu. Tentu saja haejun tidak menghiraukan jaewon. Dongjoo pun mendekat dan
menyentuh bahu haejun.
“oooo,,,,rupanya sudah siap ingin meninggalkan rumah
sakit” ucap dongjoo dengan mendekatkan wajahnya ke muka haejun. Haejun hanya
tersenyum dan duduk kembali di kasurnya. “oh,,,jaewon a,,,kapan datang?” sapa
haejun yang baru menyadari keberadaan jaewon. Dengan sedikit ragu-ragu jaewon
melangkah mendekati haejun “hyeong,,apakah kau baik-baik saja?” jaewon memegang
dahi haejun. Melihat tingkah jaewon, dongjoo langsung bereaksi dengan mimik
muka lucu “tentu saja hyeong baik-baik saja,,,lihat ! bahkan dia sudah mengepak
barangnya untuk keluar dari sini”, Merekapun tertawa bersama.
***
Taman rumah sakit, pukul 16.00
Aku berlarian mendekati haejun oppa yang sudah berdiri
menungguku. “maaf,,,” ucapku dengan sedikit tertawa.
“benar-benar tidak berubah, dari dulu selalu membuat orang
menunggu” lirih haejun sambil mengelus rambutku. Aku tersipu malu karena memang
benar apa yang dikatakan haejun kalau aku selalu terlambat dan kadang sering
lupa kalau sudah berjanji.
“oh,,,,syal itu?” terkejut sambil menunjuk syal putih yang
melingkar hangat di leher haejun. syal yang setengah rajutannya berantakan dan
setengahnya lagi rapi seperti dikerjakan oleh seseorang yang sudah mahir.
“kau menyimpannya? Aku kira kau sudah membuangnya” nadaku
menyindir.
“kenapa harus dibuang?, lihat,,,syal ini sungguh unik, ujung
yang ini berantakan banget, dan lihat yang ini rajutannya sangat bagus” haejun
membuka syal itu dari lehernya dan menunjukkan bagian-bagian yang dia sebutkan
dan memakainya kembali.
“bagaiman bisa oppa tahu, kalau itu syal dariku?” ujarku
bersemangat.
“gampang,,,karena tidak akan ada perempuan yang akan
menyerahkan hadiah seburuk ini kepadaku,,” ucap haejun mencibir. “chissssss,,,,”
aku mendesis nyengir. kemudian Kami diam
beberapa saat.
“oppa,,,kau tahu, siapa cinta pertamaku?” tanyaku mentapa
tersenyum haejun di bawah pohon sakura yang bermekaran (tempat yang sama di
part 1), Haejun hanya menatapku
terheran.
“oppa,,,kaulah orangnya. Sejak pertama kali masuk SMA, mataku
hanya tertuju kepadamu. Tapi kenyataannya kau berpacaran dengan hayoung yang
membuatku berpikir lebih baik mundur saja. Hayoung bukan sainganku, bahkan dia
gadis yang sangat popular dulu. Semua pria mengejarnya. Dan aku semakin
menyadari cintaku bertepuk sebelah tangan” aku diam sesaat, pandanganku tak
lepas dari mata haejun.
“dulu,,saat aku mengatakan tidak pernah menyukaimu. Itu semua
bohong!. Bahkan aku selalu berdoa agar sekali saja kau melihat dan merasakan
keberadaanku. Tapi sinyal itu tidak pernah ada. Dan aku berpikir untuk membunuh
perasaan ini, tapi sungguh tidak bisa. Berkali-kali aku akan melupakanmu dan
menjalin hubungan dengan yang lain, di saat itu pula aku ingin melihat kau
cemburu. Tapi itu sangatlah mustahil, karena untuk memandangku saja kau tidak
sudi” air mataku mulai jatuh mengalir semakin deras.
“sekarang, apakah perasaan itu masih sama?” Tanya haeju, aku
mengangguk dengan tatapan hangat.
“jiyeon a, dengarkan aku baik-baik!, aku,,bukan haejun yang
dulu lagi, Haejun yang sempurna dimata dan pikiranmu. Kenyataannya sekarang,,
aku adalah seseorang yang tidak bisa mendengar apa-apa, bahkan suaramu. Aku
tuli, pendengaranku hilang saat kecelakaan itu dan tidak akan pernah kembali
tetapi aku berpura-pura bisa mendengar semua hal. Apakah kau mau menerimaku
dengan keadaan cacat seperti ini?” haejun memegang pundakku.
“oppa,,aku sudah tahu semuanya, sejak awal. Aku tidak peduli
seperti apa kau sekarang. Aku bersedia menjadi telingamu, bersedia menjadi alat
pendengaranmu seumur hidupmu” kataku tegas.
Haejun menjitak kepalaku seperti biasa yang ia lakukan “aku
akan membunuhmu, jika kau tiba-tiba menghilang dari hidupku!” dia tersenyum
puas lalu bangun dari duduknya dan melangkah menjauhiku. Aku tersenyum mengelus-elus
rambutku dan melihat punggungnya yang semakin menjauhiku.
***
Februari, 2013
Hannyoung
high school
Aku merajut sampai larut malam, sudah sepuluh hari aku harus
begadang menyelesaikan syal yang panjangnya hanya satu setengah meter dan lebar
30 centimeter ini. Aku bersusah payah untuk belajar dari ibuku cara membuatnya
demi hari spesial yaitu tanggal 14 februari. Sampai-sampai mata panda muncul di
wajahku.
“syal ini harus jadi sekarang!” aku melihat jam dinding,
sudah pukul 01.00 dini hari. Tapi kembali melihat syal setengah jadi ditangan,
aku mulai lemas dan mendengus tak bersemangat “apa mungkin bisa selesai?, masih
setengah lagi yang harus dijahit. Dengan kecepatan merajutku yang sangat lambat
bisakah aku bisa memberikan syal ini kepada haejun oppa besok?” aku mendengus
lemah lagi.
“apakah aku harus meminta bantuan ibu untuk menyelesaikannya?”
pikirku lagi. Tapi dengan segera aku menggeleng tidak boleh. “I can do it,
fighting,,fighting,,fighting!!!” aku kembali menyemangati diriku. Aku
menepuk-nepuk pipiku agar tambah bersemangat, sekitar 15 menit berlalu aku
berusaha keras dengan mata setengah watt dan kecepatan siput aku kembali
menggerak-gerakkan jemariku. Sampai akhirnya aku hilang kesadaran, tergeletak
tidur dengan benang-benang masih berserakan di tangan dan disekelilingku.
“Kring,,,,,,kring,,,,kring,,,” jam wekerku berbunyi seperti
pagi biasanya. Dengan santai aku bangun merenggangkan kedua tangan, setelah
menguap menutup mulutku dengan tangan baru aku menyadari tentang rajutanku
semalam. Aku melirik ke meja sebelah dan lega sambil mengelus dada syal itu
sudah tertata rapi. Aku meraih syal itu dan kaget syal itu sudah jadi sempurna.
Aku berpikir mungkin malaikat penolongku yang mengerjakannya yang tidal lain
adalah ibuku.
Siap berangkat sekolah, dengan penuh semangat aku keluar kamar langsung menuju meja makan. Terlihat
ibuku sedang sibuk menyiapkkan sarapan, aku memeluknya dari belakang dan
berbisik “terimakasih telah menyelesaikan syal ini” kemudian aku mencium
pipinya dan pergi berlalu. Ibuku
terkejut dengan tingkah anehku yang tiba-tiba itu dan hanya bisa berkata “sarapa
dulu” tapi aku mengacuhkannya.
Sesampai di sekolah, seperti sebuah tradisi memberikan
sesuatu yang spesial kepada orang yang spesial di hari valentine. Teman-teman
satu sekolah ribut dengan urusannya masing-masing, ada yang menggunakan moment
ini sebagai hari untuk menyatakan cinta ada juga sebagai hari bertukar hadiah sesame
teman.
Dengan berdesak-desakan aku melangkah keluar kelas yang
gaduh. Aku menuju kelas tiga IPA 1, disana tidak kalah ramai, bahkan terlihat
antrian yang begitu panjang di koridor. Aku segera mengambil posisi antraian
dan menutup wajahku dengan masker pura-pura sakit flu. Ketika giliranku, aku
melihat meja bertulis haejun penuh dengan kotak-kotak berbagai warna dan bentuk
“apakah ini semua untuk haejun oppa?” pikirku. “wahhhh,,dia sungguh sangat
terkenal” pikirku lagi yang membuat antrian di belakangku berkicau. Aku
kemudian menaruh kadoku dengan hati-hati dan sekilas melihat kelas, tapi tidak
ada haejun disana. Aku kembali ke kelas
dengan penuh kelesuan, tidak bisa melihat wajahnya walau sejenak.
Namun, dari kejauhan ada yang memperhatikan tingkahku. Dia
berdiri santai sendiri di pintu perpustakaan dengan senyum tersungging. dia
seolah tahu hari ini pasti hanya tempat inilah yang tidak akan dikunjungi
siswa. Dia adalah HAEJUN, JANG HAEJUN.
***
November, 2017
Malam di
atap rumah sakit
“pulau jeju,
park hayoung, apa yang kau dapatkan?” dongjoo dengan nada penasaran.
Aku mendesah
kemudian menarik nafas “pulau jeju sangat berkesan, aku tidak akan pernah
melupakannya” aku bicara sambil mengangguk mengiyakan.
“park
hayoung, dia tidak seburuk yang aku kira” lanjutku tersenyum kecut, membuat
dongjoo semakin penasaran.
“jiyeon a,,,!”
hardik dongjoo yang mulai tidak sabaran.
“semuanya
salahku,,,selama ini aku berpikir kalau aku adalah orang yang paling benar, aku
selalu menyalahkan park hayoung dengan kejadian ini. tapi sekarang, aku sadar bahwa
akulah penyebab semua ini, keegoisanku yang membuat haejun oppa menderita”
suaraku merendah.
“apa
maksudmu?” Tanya haejun yang tambah penasaran.
“mulai
sekarang, kau jangan membenci park hayoung. Kalau kau ingin menyalahkan
seseorang atas peristiwa ini, cukup salahkan aku saja,,”.
“jiyeon
a,,,tolong berbicaralah terus terang. Aku tidak mengerti dengan semua
perkataanmu. Kau yang salah, park hayoung tidak salah. Bahkan kau menyuruhku
untuk tidak membencinya. Bagaimana bisa aku tidak membencinya atas semua yang
terjadi?” teriak dongjoo emosi.
“dongjoo
ya,,,haejun oppa jatuh dari tebing bukan park hayoung yang mendorongnya,, Itu adalah
sebuah kecelakaan. Itu yang sebenarnya terjadi” aku mengangguk meyakinkan
dongjoo.
“di masa
depan,,tolong jangan mengungkit masalah ini lagi. Mengerti!!!” menunjuk ke muka
dongjoo sambil memperlihatkan sedikit aegyo[1].
Dongjoo menarik
nafas tidak puas, tapi dia berusaha menerima semua perkataanku, “baiklah,,kalau
itu yang terbaik. Aku akan menganggap pristiwa ini tidak ada kaitannya dengan
park hayoung, murni sebuah kecelakan. Apa kau puas?” teriaknya jengkel.
“terima
kasih,,,,dongjoo ya,,,” sambil aku menepuk bahunya.
***
November,
2017
Rumah Jang
Haejun, Cheongdamdong
Kami berpesta
merayakan kepulangan haejun oppa dari rumah sakit. Aku, kim dongjoo, lee jaewon
dan kami pun mengundang park jinhae beserta istrinya. Tampak gurat kesenangan
di wajah haejun oppa.
“haejun hyeong,,,bagaimana
kalau kita karokean?” ide jaewon.
Aku dan
dongjoo kemudian saling lirik dan serempak mengatakan “tentu saja boleh” aku
dan dongjoo bernafas lega. Jaewon pun mulai memutar musik dan bernyanyi. Kami mengikuti
irama musik sambil sesekali melambaikan kedua tangan ke atas.
Aku melihat
jinhae ‘dia adalah orang yang aku suka dulu sejak kuliah’, kemudian aku
memperhatikan jaewon yang sedang asyik bernyanyi ‘dia tetap seseorang yang
menyukaiku, tapi sekarang hanya sebatas teman’ dan dongjoo ‘sosok yang selalu
bisa aku percaya’ dan terakhir Haejun ‘kau sekarang ada dalam hatiku selamanya’.
Kami menikmati
malam itu. Jaewon dan dongjoo saling berebutan untuk bernyanyi, jaewon yang
menyukai lagu ballad dan dongjoo yang lebih tertarik dengan lagu bergaya hip
hop, membuat tawa kami semakin riuh. Aku menggengam tangan Haejun oppa dan dia
tersenyum memandangku. Seakan-akan bintang dan rembulan di langit juga ikut
menari bersama kami.
Entah sampai
kapan rahasia ini akan tersimpan? Entah kapan jaewon, jinhae dan semua orang akan
tahu keadaan haejun oppa yang sebenarnya. Tapi yang pasti, aku,, Kang Jiyeon
akan selalu tetap berada di sisinya! ^^
Selesai^^